GHIBAH merupakan,,
Sebuah penyakit yang sangat sulit dihindari dalam bermasyarakat dan sering kali kita remehkan bahayanya adalah ghibah.
Ketahuilah ketika kita mengatakan ; fulan rambutnya keriting, atau kulitnya hitam, atau si fulan suka tidur, atau makannya rakus, si fulan anak gelandangan, si fulan lembek jalannya, dan sebagainya, dimana hal tersebut jika diketahui oleh si fulan niscaya ia tidak suka dan benci, maka berarti kita telah berghibah terhadapnya. Sesuai dengan pengertian ghibah yang telah disampaikan bahwasanya ghibah adalah ; menyebut sesama muslim dengan sesuatu (berupa aib) yang ia benci.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ ». قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ». قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ « إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ »
Dari Abu Hurairah Ra ; Bahwasanya Rasulullah Saw bersabda : “Apakah kalian mengetahui apa itu ghibah?”. Para sahabat berkata ; “Allah dan Rasulnya lebih mengetahui”. Rasul saw berkata ; “Menyabut saudaramu dengan perkara yang ia benci”. Dikatakan ; “Bagaimana menurut engkau jika pada saudaraku terdapat apa yang aku ucapkan?”. Rasul Saw menjawab ; “Jika di dalamnya terdapat apa yang kamu ucapakan maka engkau telah menghibahnya, dan jika tidak terdapat apa yang kau ucapkan maka engkau benar-benar telah membuat kebohongan terhadapnya (yakni ; jika perkataan itu tidak benar, berarti telah berbohong sekaligus berghibah)”. (HR. Muslim)
Hadist ini sekaligus menjelaskan maksud firman Allah tentang larangan ghibah ;
وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (Al-Hujurat 12)
Berghibah adalah salah-satu diantara sifat-sifat kaum munafik yang senantiasa mencari-cari kejelekan-kejelekan kaum muslimin. Hal terlihat jelas dalam kisah “Haditsul-Ifki” (berita bohong) yang menimpa siti Aisyah. Rasul bahkan bersabda memperingatkan mereka ;
يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَفِضْ الْإِيمَانُ إلَى قَلْبِهِ : لَا تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ وَلَا تَتَبَّعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّ مَنْ يَتَّبِعْ عَوْرَاتِ الْمُسْلِمِينَ يَتَّبِعْ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبِعْ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ رَحْلِهِ
Wahai golongan yang beriman dengan imannya dan tidak sampai iman pada hatinya! Janganlah kalin mengghibah kaum muslimin dan jangan kalian cari kejelekan-kejelekan mereka, karena sesungguhnya orang yang mencari-cari kejelekan-kejelekan kaum muslimin, Allah akan mencari-cari kejelekannya, dan barang siapa yang Allah cari-cari kejelekannya, maka Allah akan membuka kejelekannya walaupun ia di bagian dalam tempat tinggalnya (HR. Tirmidzi)
Ghibah termasuk dosa besar menurut pandangan sebagian besar Ulama’, dan bagi pelakunya disiapkan siksa yang amat mengerikan.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَمَّا عُرِجَ بِى مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمِشُونَ وُجُوهَهُمْ وَصُدُورَهُمْ فَقُلْتُ مَنْ هَؤُلاَءِ يَا جِبْرِيلُ قَالَ هَؤُلاَءِ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُومَ النَّاسِ وَيَقَعُونَ فِى أَعْرَاضِهِمْ
Rasul Saw berkata ; Ketika aku diangkat kelangit (Mi’raj) aku melewati kaum yang mempunyai kuku yang terbuat dari tembaga mencakar wajah dan dada mereka, maka aku berkata ; “siapakah orang-orang ini wahai Jibril?”. Jibril berkata ; “Orang-orang ini adalah yang memakan daging manusia (ghibah) dan menjerumuskan diri dalam kehormatan mereka” (HR. Abu Dawud)
Penyebab ghibah bisa berupa rasa benci, dendam, hasud, atau yang paling sering terjadi ketika saling bercengkrama dengan teman-teman adalah bersenda gurau dan bercanda.
Ghibah tidak terbatas pada ucapan saja, bisa juga dengan tulisan, isyarat, atau dengan menirukan tingkah laku, maupun ucapan seseorang dengan tujuan menghina atau merendahkan. Hal ini seperti yang telah disebutkan Imam Ghozali dalam kitab Ihya’nya.
Dikarenakan dosa ghibah berhubungan dengan orang lain, maka tidak dapat diampuni sebelum kita meminta maaf kepada yang bersangkutan, ini adalah pendapat jumhur ulama’. Akan tetapi terdapat pendapat yang menyatakan bahwa cukup bagi orang yang berghibah meminta ampun kepada Allah dan memintakan ampunan bagi orang yang dighibah, dan pendapat ini tampak jelas dari perbuatan beberapa ulama’-ulama salaf.
Walau begitu terdapat beberapa kondisi dimana ghibah diperbolehkan yaitu ; (1) mengadukan kezhaliman (2) menjadikan ghibah sebagai jalan mengubah kemungkaran (3) meminta fatwa (4) memberikan peringatan kepada kaum muslimin dari kejahatan (Hal ini termasuk dalam kategori nasihat), (5) menceritakan orang yang terang-terangan melakukan kefasikan dan bid’ah. (Namun hanya terbatas pada perbuatan yang ia lakukan dengan terang-terangan saja)(6) mencari rawi dan saksi yang cacat.
Walhasil tidak selayaknya bagi kaum yang beriman kepada Allah dan hari Qiyamat untuk menyebarkan dan mengungkapkan aib saudaranya sendiri. Dimana hal itu dapat memicu perselisihan dan permusuhan diantara kita, tepat seperti apa yang dinginkan syaithon dan para pengikutnya.
وَاللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الشَّهَوَاتِ أَنْ تَمِيلُوا مَيْلًا عَظِيمًا
Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran). (An-Nisa’ 27)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar